Senin, 15 April 2019

Review dan Nonton Film 2019 : ANTOLOGI RASA (2019)


Review dan Nonton Film 2019 : ANTOLOGI RASA (2019)

“Selamat hadir di kehidupan cinta gue yang berantakan”, sapa Keara (Carissa Perusset) pada pirsawan. Dan memang pernyataan itu begitu pas, sebab Antologi Perasaan betul-betul menghadirkan narasi cinta segiempat mempesona sulit nan amburadul. Demikian amburadul, pesan yang filmnya akan beri permasalahan hubungan pun bak hilang ditelan keruwetannya. Atau memang tanpa ada pesan apa pun? Waktu pikiran beberapa tanda semakin jernih mendekati narasi usai, tidak demikian tentang pirsawan. 

Tapi jika anda lihat Antologi Perasaan hanya untuk satu film tentang demikian resahnya suka pada seseorang yang tidak dapat dimiliki, rekonsilasi novel berjudul sama karya Ika Natassa ini sebetulnya kerja cukup baik. Saya bisa memahami sejumlah besar perasaan sakit ciri-khasnya, bahkan hampir menitikkan air mata saat permusuhan balik lagi dibawa mengarah resolusi di bandara, yang mana telah dipakai tutup beberapa ribu drama romantika. 


Keara, Harris (Herjunot Ali), Ruly (Refal Hady), dan Denise (Atikah Suhaime) adalah sahabat yang mencari nafkah di satu kantor, bahkan sama-sama ada terlambat di hari pertama kerja. Ada persamaan yang lain di antara mereka, di mana semasing saling memendam cinta. Harris suka pada Keara yang suka pada Ruly yang suka pada Denise yang sudah menikah. Sulit memang. Antologi Perasaan seperti antologi banyak hal menyakitkan yang berjalan waktu cinta bertepuk samping tangan. 

Banyak sekali tentang menyakitkan muncul membuat sekurangnya ada satu-dua peristiwa yang sudah sempat pirsawan alami, sampai berasa terikat terhadapnya. Cukup ambil contoh perasaan Harris. Dia terlilit di friendzone, telah terburu jadi tempat Keara mencurahkan isi hati permasalahan pria yang lain yang ia cintai. Fisik sang gadis begitu dekat, tapi tidak hatinya, yang dilukiskan oleh satu malam di Singapura, waktu Keara berbaring di perut Harris, sekejap si pria hidung belang mengaku sudah dapatkan wanita yang sempurna baginya. Tentu Keara tidak paham bila wanita itu adalah dirinya. 

Paruh pertama, yang menguraikan perjalanan Keara dan Harris ke Singapura untuk lihat balapan F1 (Ruly menggagalkan keikutsertaannya untuk temani Denise), ialah bagian begitu bernyawa sebab keberhasilan Junot sekejap tidak hiraukan persona “cowok cool” yang lekat padanya (AKHIRNYA!). Kepribadian unik dan cerianya membawa daya serta getaran menyenangkan, bukan hanya dalam kehidupan Keara, juga buat pengalaman lihat kita. Meskipun saat disuruh mainkan adegan serius, kecanggungan kaku khasnya kembali lagi. 

Carissa, dalam penampilan layar-lebar perdana, perlihatkan kualitas yang hanya bisa dilukiskan melalui kalimat Ruly untuk Keara itu: “Efek lo ke cowok itu luar biasa”. Tidak cuma permasalahan muka cantik. Ada aura menghipnotis yang memancing ketertarikan. Satu yang mustahil dilatih, dan nanti akan membuat bintang besar waktu jeli pilih fungsi. Di situasi dramatik, konsistensi Carissa perlu diperbaiki, tapi trick-nya menghantarkan kalimat emosional di “adegan bandara” cukup tunjukkan potensinya. Satu kalimat yang lama saya nantikan keluar dari mulut beberapa ciri waktu menantang perpisahan. Kalimat kuat yang bertindak selaku ungkapan perasaan jujur, sampai saya memaafkan bagaimana Antologi Perasaan tenggelam dalam kerumitannya sendiri. 


Set setelah itu, yang tunjukkan perjalanan usaha Keara dengan Ruly ke Bali, sayangnya tidak berapakah menarik. Refal tunjukkan kapasitasnya mainkan pria baik kharismatik, tapi bukti bila Ruly adalah pria tenang yang kurang jago berikan kesegaran kondisi lewat lelucon seperti Harris, menjadkan interaksinya dengan Keara seringkali hampa. Umumnya kekosongan di paruh ke-2 Antologi Perasaan. 

Film ini disutradarai Rizal Mantovani (Kuldesak, 5 cm, Eiffel...I’m In Love 2), yang saya meyakini, tetap memiliki visi ciamik mengenai membuat gambar cantik walaupun pengadeganannya kekurangan sensitivitas (itu sebabnya biasanya horor Rizal usai buruk). Rizal tidak bisa mengangkat berat emosi adegan, tapi lebih dari bisa untuk bikin tampak elegan juga sekaligus mewah. Dibantu sinematografi garapan Muhammad Firdaus (Sang Kiai, My Stupid Boss, Arah), semua masih terlihat cantik, baik pemandangan (Singapura, Bali, bahkan nuansa malam Jakarta) atau tokoh-tokohnya. Meskipun makin lebih baik contoh Rizal tidak demikian bergantung pada jejeran pemain atau benih-benih yang ditanam naskah buatan Donny Dhirgantoro (Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Supernova: Ksatria, Putri, & Bintang Jatuh) dan Ferry Lesmana (Danur, Suzzanna: Bernapas dalam Simpan).