Senin, 15 April 2019

Review dan Nonton Film 2019 : HOW TO TRAIN YOUR DRAGON: THE HIDDEN WORLD (2019)


Review dan Nonton Film 2019 : HOW TO TRAIN YOUR DRAGON: THE HIDDEN WORLD (2019)


Tidak hanya Toy Story keluaran Pixar, ada satu lagi franchise film animasi yang menggoreskan beberapa kesan cukup mendalam di hati, yakni How to Train Your Dragon produksi DreamWorks Animation. Disadur dari rangkaian buku berjudul sama rekaan Cressida Cowell, franchise ini mengenalkan kita pada satu beberapa ciri remaja yang canggung bernama Hiccup (disuarakan oleh Jay Baruchel) dan sahabatnya yang dimaksud seekor naga semacam nightfury, Toothless. 

Dimulai dari pertemuan di jilid pertama (2010) lalu bersambung ke penelusuran besar dalam How to Train Your Dragon 2 (2014), pirsawan bisa lihat adanya pergantian pada narasi persahabatan mereka juga sekaligus ciri-ciri Hiccup. Tampak sikap saling tertarik pada satu dengan yang lain, tampak pun sikap yang perlihatkan keduanya saling suka pada dan lengkapi 

Toothless dapatkan kemauan hidup untuk kaumnya sebab Hiccup, sekejap Hiccup bisa lewat proses pendewasaan diri sampai setelah itu diterima jadi pemimpin oleh sukunya sebab pertolongan Toothless. Di penghujung film ke-2, mereka telah bertransformasi jadi beberapa ciri baik dan Hiccup telah jadi satu pribadi yang diharapkan oleh sang bapak. Jika sudah ini, apa yang bisa dicelotehkan oleh How to Train Your Dragon 3: The Hidden World? Berkenaan arah penting telah terjadi, jadi tidak ada langkah lebih cocok dari mengakhiri narasi dengan memberi salam perpisahan pada dua beberapa ciri inti dalam franchise ini. 


Melalui jilid paling akhir yang mempunyai subjudul The Hidden World ini, kehidupan yang kelihatannya baik telah dipenuhi oleh Hiccup bersama dengan penduduk Berk. Hiccup jadi pemimpin yang disegani, tengah rakyatnya telah hidup rukun dengan beberapa naga yang saat ini kuasai populasi di Pulau Berk. 

Saat beberapa penduduk berasa baik-baik saja, insting Hiccup berkata bila mereka sudah saatnya dapatkan rumah baru. Tidak hanya karena kampung halamannya ini tidak lumrah untuk dihuni, faktor yang lain yang mendorongnya dalam mencari pulau anyar adalah kedatangan mereka jadi pelindung naga telah terlacak oleh beberapa pemburu naga. Salah satu pemburu itu, Grimmel (F. Murray Abraham), bahkan berambisi untuk merusak tipe nightfury. 

Atau dalam kata yang lain, kedatangan Toothless terancam. Dalam perjalanan untuk dapatkan ‘dunia tersembunyi’ dimana beberapa naga bisa hidup dengan damai sentosa seperti kata mendiang bapak Hiccup, penduduk Berk ingin memutuskan bertandang sekejap pada suatu pulau. Di sini, Toothless berjumpa dengan seekor nightfury betina yang di panggil Light Fury oleh kekasih Hiccup, Astrid (America Ferrera). 

Dengan perlahan tapi pasti, benih-benih asmara mulai mengemuka diantara mereka waktu lalu menghadapkan Toothless pada pilihan untuk tinggalkan sahabatnya dan memulai hidup baru dalam tempat yang jauh dari jamahan manusia. Di dalam pertempuran melawan Grimmel dan kegamangannya jadi seorang kepala suku, Hiccup harus juga harus menyiapkan diri untuk merelakan kepergian sahabat terunggul ini. 

Usai seri pembuka yang memunculkan perasaan takjub dan jilid ke-2 yang menghadirkan banyak sekuens laga mendebarkan, instalmen begitu kiwari dalam franchise How to Train Your Dragon coba tampil bersahaja. Kamu memang akan dibikin kagum oleh visualnya di sini seperti waktu Hiccup bersama dengan Astrid menelusuri ‘dunia tersembunyi’ yang di dalamnya penuh karang cemerlang, atau animasinya yang menaruh detil lebih pada ekspresi atau gestur tubuh beberapa ciri-khasnya. 

Kamu akan menjumpai deretan laga menyenangkan di sini yang sebagian besar berkaitan dengan operasi penyelamatan. Namun, Dean DeBlois yang telah menempati kursi penyutradaraan dari sejak set awal pilih untuk sedikit mereduksinya alih-alih melipatgandakan skalanya seperti biasanya jilid paling akhir dari franchise besar. Ketentuan nekatnya itu dilandasi oleh kemauannya untuk memberi kesempatan buat tumbuh mengembangnya permusuhan batin yang didapati oleh Hiccup. 

Tentang bagaimana dia menyikapi amanat jadi seorang pemimpin yang diserahkan kepadanya, tentang bagaimana dia menyikapi kesempatan perginya Toothless yang sejauh ini membantunya lewat fase-fase sulit, dan tentang bagaimana dia selanjutnya dapatkan arti sebetulnya dari “menjadi dewasa” juga sekaligus “menjadi pemimpin”. Satu ketentuan yang sedikit banyak memberikan imbas kurang baik pada filmnya itu khususnya demikian sampai pertengahan waktu. 

Berbeda dengan dua pendahulunya yang terasa enerjik saat waktu, The Hidden World sempat memiliki momen gontai yang miliki kekuatan buat perasaan bosan buat pirsawan cilik atau pirsawan dewasa. Pergolakan Hiccup yang diniatkan jadi menu utamanya sebenarnya tidak sudah sempat benar-benar dieksplorasi dengan mendalam sampai inspirasi “berjuang bersama” yang sempat dikatakan (merujuk pada tempat Hiccup serta jalinan dengan Astrid) dan bagaimana relasinya dengan penduduk Berk terasa mentah. Bila ingin tidak disebut datar, tentu saja.


Waktu lalu menghidupkan instalmen penutup ini dari penurunan lebih jauh adalah suntikkan elemen komedi dari Toothless yang masih saja menggemaskan (ditambahkan waktu dia merayu Light Fury!) plus celotehan kawan-kawan Hiccup yang demikian efektif dalam mengundang gelak tawa, rangkaian adegan laga bersama dengan visualnya yang menarik seperti telah dijabarkan pada awalnya, serta set klimaks yang pasti mengundang haru buat siapapun yang memiliki ikatan dengan franchise ini dari sejak sebelumnya. 

Ada ketidakrelaan lihat dua sahabat karib ini berpisah jalan, tapi di waktu bersamaan kita bisa memahami bila ini adalah jalan begitu rasional yang bisa mereka tempuh. Walaupun setelah itu The Hidden World tidak tutup trilogi dengan gegap gempita, tapi jilid ini masih tetap bisa memberikan salam perpisahan yang lumrah juga sekaligus indah buat narasi persahabatan Hiccup-Toothless. Entahlah dengan kalian, tapi jujur, mata saya agak-agak kelilipan waktu lihat end credit yang menguarkan aroma nostalgia pada penelusuran dua protagonis junjungan kita ini.