Jumat, 19 April 2019

Review dan Nonton Film 2019 : THE HOLE IN THE GROUND (2019)

Review dan Nonton Film 2019 : THE HOLE IN THE GROUND (2019)

Review dan Nonton Film 2019 : THE HOLE IN THE GROUND (2019)


The Hole in the Ground ambil langkah di garis batas pada “horor hipster” yang sama juga dengan atmosfer, studi beberapa ciri, serta tempo lambat, dengan teror arus penting yang mengutamakan hiburan sarat jump scare. 

Sayang, alih-alih sukses menyamai tiap-tiap sisi, film garapan Lee Cronin (fragmen Ghost Train di antologi Minutes Past Midnight) ini justru usai campur aduk, gagal penuhi kemampuan di ke-2 pendekatan beda model itu. 

Lubang raksasa misterius di rimba, makhluk berkemampuan alih bentuk, anak kecil menyeramkan, sampai kematian tidak wajar dalam tempat mengerikan. Lihat film ini membuat saya ingat apa yang berlangsung bila komikus Junji Ito menekan kegilaannya untuk membuat film hibrida pada The Thing dan The Omen. Betul-betul. The Hole in the Ground bisa sebagus itu, bahkan miliki kekuatan jadi “Penerus Hereditary” bila penggarapannya maksimal. 


Sarah (Seána Kerslake) dengan puteranya, Chris (James Quinn), baru saja geser rumah ke satu daerah tepi di samping rimba. Disiratkan bila kepindahan itu didorong perilaku abusive sang suami pada Sarah. Sekejap Chris adalah bocah pendiam yang kurang senang pada sosialiasi dan pilih memakan waktu bermain action profil. 

Tapi tekad Sarah memulai hidup baru nan bahagia tampak takkan berjalan mulus waktu bertemu wanita tua misterius bernama Noreen (Kati Outinen). Konon kabarnya, Noreen melindas anaknya setelah yakini bocah itu ialah makhluk yang serupa bentuk sang putera. 


Permulaannya Sarah meyakini akan anggapan penduduk di tempat bila Noreen hanya wanita hilang daya ingat, tapi tak lama kemudian, tentang sama turut menimpa dirinya. Di satu malam, waktu tengah mencari Chris yang lari ke rimba, Sarah dapatkan lubang mempunyai ukuran masif menganga di tanah. Mungkin lubang itu karena satu benda bak meteor yang sesaat pada awalnya dapat kita saksikan dari begitu jauh tengah melalui langit. 

Sarah sukses dapatkan Chris. Bocah itu baik-baik saja, tapi sang ibu rasakan perbedaan. Dia berperilaku manis, patuh, dan aktif bergaul di sekolah, yang mana ialah sikap-sikap yang sebetulnya didambakan Sarah. 

Dibanding bahagia, Sarah justru dilanda kecemasan. Dari sinilah naskah buatan Lee Cronin dengan Stephen Shields memunculkan ironi yang dengan subtil bertanya, “Apakah seorang anak memang lebih baik jadi seperti tekad orang-tua?”.

Sama Hereditary atau The Babadook, The Hole in the Ground menyentuh ruangan seputar sisi gelap parenting. Pun konklusinya yang cenderung suram bisa menampar menjadi penggambaran mengerikan tentang bagaimana pengalaman traumatis memancing sikap posesif orang-tua pada anak. 


Tapi The Hole in the Ground begitu berkonsentrasi mengumpulkan subteks sampai melupakan jalinan jalan permukaan yang solid. Sarah mulai mencurigai, apa Chris hanya lewat set perubahan seperti anak-anak kebayakan atau benar-benar telah digatikan oleh makhluk alih bentuk. 

Lee dan Stephen membuat semua demikian jelas, urung bermain-main dengan ambiguitas untuk melahirkan misteri menarik. Sederhananya, semua elemen film ini mudah ditebak, yang mana bukan satu dosa waktu set prosesnya menyimpan daya tarik. Masalahnya, bukan sekedar ketiadaan misteri, The Hole in the Ground pun kekurangan pemandangan mencekam. 

Bukan berarti tanpa ada pengadeganan solid, sebab saya masih dapatkan beberapa pertanda talenta oke di penyutradaraan Cronin, seperti waktu ia pintar bangun intensitas waktu nyanyian Chris tidak disangka bertransisi mengarah gemuruh tepuk tangan. Problema ada di inkonsistensi. 

Beberapa imageries pancarkan kengerian, tapi banyak pula yang jatuh ke ranah teror generik. Usaha memuaskan pirsawan umum lewat jump scare pun jauh dari impresif, sebab eksekusi medioker disertai keklisean musik berisik karya Stephen McKeon (The Tiger’s Tail, Blind Fight). 

Klimaks yang berpeluang jadi juru selamat justru minim daya, kreativitas, atau desakan. Patut disayangkan, mengingat Seána Kerslake menghadirkan perform kuat jadi ibu yang menantang teror berekor persoalan psikologis.