Jumat, 19 April 2019

Review dan Nonton Film 2019 : PET SEMATARY (2019)

Review dan Nonton Film 2019 : PET SEMATARY (2019)

Review dan Nonton Film 2019 : PET SEMATARY (2019)


Dalam sekian waktu paling akhir ini, beberapa petinggi studio raksasa di Hollywood tengah tengah getol-getolnya memberikan interpretasi baru pada beberapa karya legendaris Stephen King yang pada awalnya sempat diadaptasi ke medium film. 

Ada Carrie (2013) yang tidak sedikitpun mendekati versus 1976 yang dapat dikelompokkan jadi salah satu “film horor terbaik saat masa”, lalu ada dwilogi It (2017, 2019) yang bisa menghadirkan level kengerian juga sekaligus kesenangan diatas versus lampaunya, dan paling baru adalah Pet Sematary yang versus 1989-nya paling akhir berkembang jadi cult film dengan pengagum setia cukup masif. 

Berkenaan rekonsilasi terdahulu dari ‘teror mengerikan dari kuburan hewan’ memiliki kualitas penggarapan yang lebih mendekati It yang cenderung semenjana dibanding Carrie yang mempesona (akting Sissy Spacek yang ngeri ngeri enak demikian sulit dilampaui!), jadi seharusnya mudah saja buat ganda sutradara, Kevin Kölsch and Dennis Widmyer, untuk mengkreasi satu rekonsilasi baru – plus remake – yang lumrah buat Pet Sematary. 


Ditambahkan mereka memperoleh suntikkan dana lebih tinggi dan di dukung pun oleh jejeran pemain yang mempunyai jejak rekam berlakon terhitung baik. Jadi, ditengok di atas kertas, apa sih yang mungkin salah dari versus termutakhir Pet Sematary ini?. 

Seperti dalam materi sumber, pirsawan pun kembali dipertemukan dengan keluarga Creed yang konfigurasinya terdiri atas Louis (Jason Clarke), Rachel (Amy Seimetz), Ellie (Jeté Laurence), Gage (dimainkan balita kembar Hugo Lavoie dan Lucas Lavoie), serta seekor kucing bernama Church. 


Keluarga kecil ini dikisahkan baru saja geser rumah dari Boston, Massachusetts, ke satu kota kecil di Maine untuk ikuti Louis yang ingin memutuskan untuk kerja jadi dokter di rumah sakit universitas di tempat agar dapat memiliki waktu senggang lebih dengan istri bersama dengan ke-2 anaknya. 

Ikuti jejak film horor umumnya, kepindahan ini jadi sebelumnya munculnya musibah buat keluarga Creed. Setelah bersahabat dengan tetangga yang gerak-geriknya cukuplah menggelisahkan, Jud (John Lithgow), mereka memahami bila ada tempat angker di belakang pekarangan rumah berupa pemakaman hewan. 

Tentu saja ini bukan pemakaman biasa karena waktu manusia bersedia tembus jauh ke dalamnya, mereka akan menjumpai rahasia mengerikan dibaliknya. Rahasia waktu lalu dijumpai oleh Louis setelah Jud membawanya masuk pedalaman rimba untuk mengubur Church yang wafat dilindas truk. 

Tanpa memahami kemungkinan yang akan didapatnya, Louis ikuti perintah Jud waktu lalu memberinya kunjungan mencengangkan keesokannya. Church yang telah tanpa ada, tidak disangka diketahui tengah nongkrong manja di kamar Ellie dengan perangai yang demikian jauh berbeda!. 

Harus diakui, disandingkan dengan rekonsilasi terdahulu, Pet Sematary baru ini memang mempunyai sedikit kedalaman. Si pembuat film coba memberi kesempatan pada pirsawan untuk dengarkan pemikiran-pemikiran beberapa ciri penting, termasuk pandangan mereka pada kematian, dan ada latar belakang yang di jabarkan mengenai kedatangan kuburan hewan mengerikan itu. 

Meskipun kita belum benar-benar bisa memahami bagaimana langkah kerjanya (saya fikir Stephen King pun memang miliki kemauan biarlah masih tetap misterius), tapi sekurangnya kita bisa rasakan bila kuburan ini mempunyai ikut serta atas keapesan-keapesan waktu lalu menerpa beberapa protagonis. 

Dilantunkan dengan atmosfer suram dimana pencahayaan seringkali temaram dan dipenuhi kabut, Pet Sematary memang tampak menjanjikan sebelumnya. Lebih-lebih, jejeran pelakonnya pun memberikan usaha mengesankan dalam bermain fungsi seperti Jason Clarke yang terlihat terganggu dengan psikis sebab rentetan kematian tidak terduga di sekitarnya, Amy Seimetz yang ciri-khasnya sering terlihat cemas sebab memendam perasaan bersalah dari waktu lalu, serta John Lithgow yang perlihatkan ambiguitas dalam peranannya: apa dia bisa disadari atau mungkin tidak? Waktu lalu menghalangi film untuk penuhi potensinya adalah ketakmampuan ganda sutradara dalam melantunkan cerita dengan cocok untuk. Seperti dalam versus kedaluwarsa, Pet Sematary ini pula mengalun lambat. Demikian lambat malah. 


Saya sebetulnya tidak anti-pati pada pergerakan narasi yang lamban dalam film. Namun, pendekatan yang ditempuh oleh Pet Sematary ini tidak memberikan apapun pada pirsawan kecuali perasaan bosan. Waktu separuh awal, pirsawan dicekoki eksposisi panjang lebar mengenai kisah dibalik pemakaman hewan menggunakan mulut Jud. 

Ada kalanya menarik, tapi sering pun melelahkan. Jadi bentuk menghadapi agar pemirsa masih tetap melek, Kölsch dan Widmyer menyiapkan strategi berupa jump scares yang justru membuat saya berharap volume bisa direndahkan alih-alih meringkuk ketakutan. Elemen kaget-kagetannya jauh dari kata efektif, menjengkelkan, dan melunturkan sisi elegan dari film. 

Apa kalian lihat kumpulan-kumpulan bocah dengan topeng menyeramkan ‘berparade’ kecil-kecilan di materi promosi? Well, adegan ini kenyataannya tidak mempunyai impak apapun pada penceritaan bukan sekedar untuk menghasilkan gambar bagus (serius, mereka tidak ngapa-ngapain!). Duh. Yang lebih disayangkan , ganda ini turut mengorbankan beberapa ciri bernama Victor Pascow (Obssa Ahmed) yang sebetulnya memiliki peranan berkaitan pada pergerakan narasi, hanya untuk memunculkan momen “cilukba”. 

Entahlah karena si pembuat film begitu ribet pikirkan langkah menakut-nakuti pirsawan atau begitu ribet pikirkan “kejutan” agar film terlihat berbeda dari pendahulunya, Pet Sematary turut alami permasalahan yang lain yang membuat aplikasi tempo lambat dan jump scares kosong jadi makin mengganggu: minim kehangatan. 

Meskipun jejeran pemain telah memberikan lakon bagus waktu berdiri dengan sendiri, mereka tidak sudah sempat benar-benar menyatu waktu dipertemukan. Penggambaran hubungan antar ciri-khasnya terasa demikian dingin. 

Saya tidak lihat adanya ikatan yang hangat diantara personil keluarga Creed, tidak mengendus adanya kasih sayang dari Ellie pada Church, dan tidak pun lihat adanya kepedulian dalam relasi Ellie dengan Jud. 

Jadi demikian satu dua tragedi berjalan (yang sudah dibocorkan oleh trailer!), saya urung ikut juga dengan emosi. Bahkan saya pun bertanya motivasi Jud dalam mengenalkan ruangan pemakaman itu sebab saya tidak pernah benar-benar berasa Jud menaruh afeksi pada keluarga Creed. 

Mengapa kamu demikian kejam, Pak Jud? Mengapa? Sebab begitu tidak sanggupnya diri ini untuk tersambung dengan mereka, saya pun tidak ambil pusing dengan set pamungkasnya yang dikemas dalam mode slasher. 

Pada akhirnya, saya tidak kecewa-kecewa begitu waktu adegan kucing-kucingan cukup seru di klimaks selanjutnya berekor tumpul karena ambisi ganda sutradara untuk secepat-cepatnya membawa Pet Sematary mengarah adegan terakhir yang diniatkan jadi kejutan.