Senin, 15 April 2019

Review dan Nonton Film 2019 : JUNGLEE (2019)


Review dan Nonton Film 2019 : JUNGLEE (2019)


Junglee, dengan mencengangkan sukses jadi dua bentuk. Pertama, menjadi tontonan mendidik untuk ajak anak-anak suka pada hewan, juga sekaligus perlihatkan demikian keji beberapa pemburu gading gajah. Ke-2, menjadi hiburan, sebab kekuatan fisik impresif Vidyut Jammwal dalam tunjukkan jurus-jurus Kalaripayattu yang jadi ciri khasnya, tersajilah suguhan laga hard-hitting. 

Dibuka oleh kutipan pernyataan Thomas Schmidt yang berbunyi, “No one in the world needs an elephant tusk but an elephant”, Junglee menerangkan cerita mengenai Raj (Vidyut Jammwal), dokter hewan yang membuka praktek di Mumbai setelah 10 tahun tempo hari tinggalkan rumah setelah kematian sang ibu sebab kanker. Raj menyalahkan ayahnya (Thalaivasal Vijay), yang ia duga hanya mempedulikan penangkaran gajah miliknya dan tidak berusaha maksimal menyembuhkan sang istri. 

Memperingati 10 tahun kematian sang ibu, Raj selanjutnya bersedia pulang, bereuni dengan sang bapak, berusaha lakukan perbaikan hubungan keduanya, yang bisa dibuktikan bukan permasalahan mudah. Saat bersamaan, beberapa pemburu, yang telah jadi persoalan lama, mulai mengincar gading Bhola, yang diakui ialah gading terbesar yang sudah sempat ada. Bhola sendiri adalah sahabat Raj sejak kecil, dan saat ini sudah tumbuh jadi pemimpin kawanan. 


Tidak sulit menebak akan dibawa ke mana kita oleh naskah buatan Adam Prince (Red Sky, Final Girl). Demikian Raj membuat lancar serangan, beberapa pemburu akan berubah jadi yang dicari. Tapi butuh waktu sebelum Junglee masuk set baku hantam. Kita lebih dulu dibawa berkeliling rimba, lihat demikian bahagia gajah-gajah dari sana, yang memancing kepedulian kita pada hewa besar berhati lembut itu. 

Pemakaian empat ekor gajah terlatih alih-alih CGI bisa dibuktikan ampuh memberi hati, karena apa yang kita saksikan adalah makhluk hidup, bukan gambar computer tanpa nyawa. Keempat gajah itu juga pakar bertanding, yang mana melahirkan hiburan tersendiri. Pun mereka tampak menggemaskan, sampai tidak sulit menarik atensi pirsawan anak. Pada akhirnya, demikian beberapa pemburu membuat lancar aksi kejamnya, otomatis kita mengutuk aksi itu. 

Junglee takkan tunjukkan kekerasan vulgar, mengingat itu akan menghadirkan beberapa kesan eksploitatif, juga beralih dari intensi suka pada yang diusung. Tapi beberapa momen menyakitkan masih tetap diselipkan, sebutlah waktu sekilas terlihat seorang pemburu memotong gading dari mayat gajah menggunakan gergaji mesin. Bukan pemburu saja yang film ini buat jadi arah input, pun kolektor atau konsumen produk yang terbuat dari gading, serta tidak ketinggalan deretan polisi korup. Sebab tentu saja usaha kotor berdarah ini takkan berjalan lancar contoh tanpa keterikatan pihak berwajib. 


Sampai separuh waktu, hadir waktunya Vidyut Jammwal unjuk gigi. Jadi praktisi bela diri sungguhan, sang aktor dapat tunjukkan berbagai gerakan mempesona yang bisa membuat saya terpana. Pada satu sekuen laga, Raj, dengan tangan diborgol, menghajar beberapa polisi memakai beberapa pergerakan akrobatik sekaligus gunakan beberapa benda di sekitarnya. Dibumbui sedikit humor, aksi Vidyut Jammwal itu pasti membuat Jackie Chan bangga. Penyutradaraan Chuck Russell (A Nightmare on Elm Street 3: Dream Warriors, The Mask, The Scorpion King), walaupun masih membutuhkan pertolongan penyuntingan plus gerak lambat, sekurang-kurangnya masih tetap berusaha tangkap detail gerakan Vidyut Jammwal sebanyak, sampai deretan aksinya tidak sudah sempat kehilangan dampak. 

Bila ada sisi yang pantas disayangkan, itu adalah kurang dimanfaatkannya Pooja Sawant jadi Shankara. Banyak langkah bisa dipakai untuk memaksimalkan kekuatan Shankara jadi pawang gajah agar ciri-khasnya dapat tampil setangguh Raj. Tapi aduan itu sukses ditutupi oleh bukti bila Junglee sukses menjalankan pekerjaan berat berupa menghadirkan pesan mendidik buat anak tidak butuh membuat pirsawan dewasa kebosanan.